Jumat, 06 Februari 2009

Pembangunan,118 Spesies Burung Terancam Punah

Pembangunan,118 Spesies Burung Terancam Punah

19-03-2008

JAKARTA (SINDO) – Sebanyak 118 dari 1.598 spesies burung di Indonesia terancam punah.Kepunahan makin cepat akibat pembangunan. Pembangunan menjadi faktor utama terancamnya spesies burung di Indonesia. Ironisnya, di satu sisi pembangunan bertujuan demi kemajuan. Deputi Direktur Pusat Informasi Lingkungan Indonesia (PILI) Wishnu Sukmantoro menyatakan, pembalakan hutan dan rusaknya habitat burung sangat dominan menyebabkan spesies ini terancam punah.

Selain itu, penangkapan untuk kepentingan komersial juga memperparah statusnya. ’’Pembangunan masih dominan menjadi penyebab utama, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah yang hanya berorientasi pada peningkatan pendapatan asli daerah (PAD),”ungkapnya. Ratusan burung yang terancam punah tersebut mulai burung semak, air, pantai, hingga burung hutan.Sementara itu,berdasarkan catatannya, sebanyak 16 spesies dalam status genting mendekati punah (endangered). Bahkan, satu spesies burung rawa endemik, trulek Jawa (Vanellus macropterus) –berdasarkan status Internasional Union for The Consevation of Nature and natural resources/IUCN– dalam status kritis terancam punah.

Namun, berdasarkan pengamatan di lapangan, spesies jenis ini sudah tidak ditemui semenjak 1968. ’’Secara faktual, kami sudah berkesimpulan bahwa spesies trulek Jawa sudah punah.Namun, ini masih harus dibuktikan secara ilmiah,”tuturnya. Selain trulek Jawa, sebelumnya juga ada spesies endemik burung pelanduk (sejenis burung semak) di Kalimantan yang konon sudah tidak teramati sejak 1800-an. Artinya, spesies ini diduga kuat sudah punah dari muka bumi.Sebab,diyakini satu-satunya spesimen yang tersisa dari burung ini berada di Belanda. Wishnu, yang juga salah satu penyusun buku Daftar Burung di Indonesia (DBI) No 2 ini, mengimbau pemerintah lebih mempertimbangkan kelestarian alam dalam melaksanakan pembangunan.

Berdasarkan data terakhir, sebanyak 372 spesies (23,28%) dari total 1958 spesies berstatus endemik hanya ada di Indonesia. Sementara itu, sebanyak 149 spesies (9,32%) merupakan burung migran yang masuk kategori jenis burung yang suka bermigrasi jarak jauh. Kategori spesies burung endemik itu tertinggi di Sulawesi, sebanyak 106 spesies burung endemik wilayah (Wil) dari 416 spesies burung di pulau itu.Kemudian, disusul Maluku 66 dari 365 spesies di kepulauan ini. Nusa Tenggara 46 (426 spesies), Papua 41 (671 spesies),Jawa 32 (507 spesies), Sumatera 26 (628 spesies), dan Kalimantan 1 (522 spesies). Sementara itu, untuk spesies burung endemik Indonesia (Id), tertinggi Sulawesi 117 spesies,Maluku (94), Nusa Tenggara (68), Jawa (56),Papua (55),Sumatera (44),dan Kalimantan (4). Memang tidak semuanya kabar buruk.

Sebab, eksplorasi yang dilakukan para peneliti masih sangat potensial menemukan spesies baru burung di Indonesia.Tercatat,di antara total 1.958 spesies burung di Indonesia, masih potensial bertambah 2–3 spesies baru lagi. Menurut Peneliti Senior dari Pusat Penelitian (Puslit) Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr Dewi Prawiradilaga, pihaknya sedang mengolah data tentang dua jenis burung potensial spesies baru hasil ekspedisi di Papua, yaitu sejenis burung sesap madu dan spesies baru Cendrawasih. Hal itu membuktikan bahwa Indonesia kaya akan keanekaragaman jenis spesies burung. Termasuk, penemuan spesies burung kacamata hitam Togian yang dimuat dalam jurnal ilmiah internasional pada Maret 2008 ini. ’’Dari ekspedisi Papua, kami akan mengeluarkan lagi jumlah spesies baru burung. Kami tengah mengolah datanya,”ungkapnya.

Dalam buku DBI No 2 yang disusun atas kerja sama lintas instansi antara LIPI, PILI, Wetland, dan lembaga lainnya yang tergabung dalam Perhimpunan Ornitologi Indonesia (POI) itu terdapat penambahan sebanyak 71 spesies baru sekaligus enam spesies burung yang dikeluarkan dari daftar spesies burung di Indonesia. Sebab, secara taksonomi dan geografis, penyebaran enam spesies tersebut dinyatakan tidak masuk wilayah Indonesia. Selain itu,pengurangan 12 spesies burung endemik itu karena berubahnya status akibat pemisahan Timor Leste dari Indonesia. Meskipun pembuatan daftar burung kelihatannya sepele, ternyata prosesnya sangat rumit.

Buktinya, dalam penggarapan DBI No 2 yang dilakukan sejak 2005 itu melibatkan kontribusi dari para ahli perburungan. Tidak hanya di Indonesia, juga dari Malaysia, Jepang, Australia, Belanda, Inggris,dan Amerika. Meskipun rumit dan membutuhkan proses yang tidak sebentar, Kepala Puslit Biologi LIPI Dedy Darnaedi menyatakan, pihaknya berniat mengeluarkan kompilasi daftar spesies burung di Indonesia yang menggunakan nama Indonesia, baik itu dalam hal nama burung dalam bahasa Indonesia yang belum dibakukan atau spesies yang mengabadikan nama orang Indonesia yang menemukannya.(abdul malik)

Sumber: Koran Sindo

Tidak ada komentar: