Jumat, 06 Februari 2009

Daerah Endemik Burung Bertambah

Cibinong, Kompas - Seiring dengan temuan spesies terbaru burung endemik Kepulauan Togean, Sulawesi Tengah, Zosterops somadikartai, jumlah daerah endemik burung di Indonesia kini menjadi 24 daerah.

Temuan terbaru ”burung kacamata” itu dipublikasikan dalam jurnal ornitologi terkemuka di Amerika Serikat, Wilson Journal of Ornithology, edisi Maret 2008. Nama spesies somadikartai merupakan penghargaan kepada taksonom Indonesia Prof (emeritus) Somadikarta, ornitolog Indonesia yang akan menjabat Presiden Kehormatan International Ornitologycal Congress XXV di Brasilia 2010.

”Sayang, begitu ditemukan, status Zosterops langsung ’genting’ punah. Kami baru analisa populasinya,” kata anggota kelompok peneliti penemu, M Indrawan dari UI, kepada wartawan, Jumat (14/3).

Burung itu pertama kali ditemukan sekitar 10 tahun lalu, sebelum taksonom Indonesia dan AS memastikan burung kecil kehijauan yang aktif bergerak itu benar-benar spesies baru. Kelompok itu sebelumnya juga menemukan spesies burung hantu Togean, Ninox burhani.

Sesuai dengan kriteria lembaga pelestarian burung internasional BirdLife International, Kepulauan Togean layak dikategorikan sebagai kawasan burung endemik (EBA) karena ditemukan dua spesies di sana. Data terakhir LSM Burung Indonesia, jumlah EBA Indonesia sebanyak 23 area. Temuan terbaru itu sekaligus menambah populasi burung endemik Indonesia menjadi 373 ekor, sedangkan jumlah jenisnya menjadi 1.598 jenis.

Kemarin, juga diluncurkan buku Daftar Burung Indonesia No. 2 terbitan Pusat Informasi Lingkungan Indonesia (PILI). (GSA)

Ditemukan, Satu Spesies Burung Baru

Cibinong-Satu spesies burung baru asli Indonesia kembali ditemukan. Burung tersebut berasal dari Kepulauan Togian, Teluk Tomini, Sulawesi Tengah, yang dinamakan burung Kacamata Togian atau Zosterops Somadikartai.
“Penemuan spesies baru dan telaah ilmiah ini telah dipublikasikan dalam edisi Wilson Journal of Ornitology, yang merupakan jurnal ornitologi terkemuka di Amerika Serikat, Maret 2008 lalu,” jelas Prof Sumadikarta, pada acara release penemuan burung baru dan peluncuran buku daftar burung Indonesia nomor 2, di Cibinong, Jumat (14/3).

Burung Kacamata Togian telah diperkenalkan bagi ilmu pengetahuan sejak ditemukan pertama kali 12 tahun lalu oleh Indrawan dan Sunarto, peneliti lapangan dari Universitas Indonesia. Burung Kacamata merupakan kumpulan spesies yang bertubuh kecil, berwarna kehijauan dan umumnya memiliki lingkar mata berwarna putih. Dalam berperilaku, sangat aktif bergerak dalam kelompok-kelompok kecil. “Burung Kacamata Togian berbeda dengan spesies kacamata lainnya, karena tidak memiliki lingkaran putih di sekitar mata,” ungkap Sumadikarta. Mata spesies Kacamata Togian berwarna kemerahan dan warna parunya lebih kemerahan dibandingkan dengan yang lain.
Indonesia memiliki berbagai spesies burung Kacamata. Di Sulawesi dan pulau-pulau sekelilingnya terdapat tidak kurang dari sepuluh spesies dan subspesies. Bahkan, menurut peneliti luar negeri, sebenarnya terdapat 15 jenis burung Kacamata di Indonesia.

Menurut Dr Adi Basukriadi, dosen Fakultas MIPA Universitas Indonesia, penemuan spesies baru itu akan mendorong upaya yang lebih besar bagi pengembangan faksonomi. Direktur Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dr Dedy Darnaedi, juga menyatakan penghargaan setinggi-tingginya atas penemuan tersebut. (sulung prasetyo)

Indonesia Memiliki 1598 Spesies Burung

JAKARTA : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerjasama dengan Indonesian Ornothologists Union (IdOU), Oriental Bird Club (OBC) dan Pusat Informasi Lingkungan Indonesia (PILI) menerbitkan Daftar Burung Indonesia No.2 (DBI No.2). Buku yang digarap sejak 2005 ini, mendapatkan kontribusi para ahli perburungan Malaysia, Jepang, Australia, Belanda, Inggris, dan Amerika.

Buku setebal 160 halaman telah memasukkan dan mengklasifikasikan 1598 spesies burung di Indonesia dalam kurun waktu 1992-2007. Selama periode tersebut telah terjadi penambahan 71 spesies baru dan mengeluarkan 6 spesies (secara toksonomi terbaru dan kondisi penyebaran, namun kondisi penyebaran secara geografis dinyatakan tidak masuk di wilayah Indonesia. Buku tersebut juga mengungkapkan terjadinya pengurangan 12 spesies burung endemik di Indonesia. Salah satu penyebab pengurangan tersebut, berubahnya status beberapa spesies endemik akibat pemisahan Timor Leste dari Indonesia.

Buku DBI No 2 menggunakan landasan toksonomi dari buku daftar burung Peter’s sequence. Buku Peters pertama kali diterbitkan pada 1936 yang lebih mengedepankan klasifikasi berdasarkan morfologi dan geografis dalam membedakan spesies satu dengan lainnya. Dalam perkembangan lebih lanjut sejak ditemukan DNA, beberapa ahli taksonomi memasukkan unsur-unsur analisis DNA menjadi faktor pendukung dalam klasifikasi bersama. (Lea)

Pembangunan,118 Spesies Burung Terancam Punah

Pembangunan,118 Spesies Burung Terancam Punah

19-03-2008

JAKARTA (SINDO) – Sebanyak 118 dari 1.598 spesies burung di Indonesia terancam punah.Kepunahan makin cepat akibat pembangunan. Pembangunan menjadi faktor utama terancamnya spesies burung di Indonesia. Ironisnya, di satu sisi pembangunan bertujuan demi kemajuan. Deputi Direktur Pusat Informasi Lingkungan Indonesia (PILI) Wishnu Sukmantoro menyatakan, pembalakan hutan dan rusaknya habitat burung sangat dominan menyebabkan spesies ini terancam punah.

Selain itu, penangkapan untuk kepentingan komersial juga memperparah statusnya. ’’Pembangunan masih dominan menjadi penyebab utama, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah yang hanya berorientasi pada peningkatan pendapatan asli daerah (PAD),”ungkapnya. Ratusan burung yang terancam punah tersebut mulai burung semak, air, pantai, hingga burung hutan.Sementara itu,berdasarkan catatannya, sebanyak 16 spesies dalam status genting mendekati punah (endangered). Bahkan, satu spesies burung rawa endemik, trulek Jawa (Vanellus macropterus) –berdasarkan status Internasional Union for The Consevation of Nature and natural resources/IUCN– dalam status kritis terancam punah.

Namun, berdasarkan pengamatan di lapangan, spesies jenis ini sudah tidak ditemui semenjak 1968. ’’Secara faktual, kami sudah berkesimpulan bahwa spesies trulek Jawa sudah punah.Namun, ini masih harus dibuktikan secara ilmiah,”tuturnya. Selain trulek Jawa, sebelumnya juga ada spesies endemik burung pelanduk (sejenis burung semak) di Kalimantan yang konon sudah tidak teramati sejak 1800-an. Artinya, spesies ini diduga kuat sudah punah dari muka bumi.Sebab,diyakini satu-satunya spesimen yang tersisa dari burung ini berada di Belanda. Wishnu, yang juga salah satu penyusun buku Daftar Burung di Indonesia (DBI) No 2 ini, mengimbau pemerintah lebih mempertimbangkan kelestarian alam dalam melaksanakan pembangunan.

Berdasarkan data terakhir, sebanyak 372 spesies (23,28%) dari total 1958 spesies berstatus endemik hanya ada di Indonesia. Sementara itu, sebanyak 149 spesies (9,32%) merupakan burung migran yang masuk kategori jenis burung yang suka bermigrasi jarak jauh. Kategori spesies burung endemik itu tertinggi di Sulawesi, sebanyak 106 spesies burung endemik wilayah (Wil) dari 416 spesies burung di pulau itu.Kemudian, disusul Maluku 66 dari 365 spesies di kepulauan ini. Nusa Tenggara 46 (426 spesies), Papua 41 (671 spesies),Jawa 32 (507 spesies), Sumatera 26 (628 spesies), dan Kalimantan 1 (522 spesies). Sementara itu, untuk spesies burung endemik Indonesia (Id), tertinggi Sulawesi 117 spesies,Maluku (94), Nusa Tenggara (68), Jawa (56),Papua (55),Sumatera (44),dan Kalimantan (4). Memang tidak semuanya kabar buruk.

Sebab, eksplorasi yang dilakukan para peneliti masih sangat potensial menemukan spesies baru burung di Indonesia.Tercatat,di antara total 1.958 spesies burung di Indonesia, masih potensial bertambah 2–3 spesies baru lagi. Menurut Peneliti Senior dari Pusat Penelitian (Puslit) Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr Dewi Prawiradilaga, pihaknya sedang mengolah data tentang dua jenis burung potensial spesies baru hasil ekspedisi di Papua, yaitu sejenis burung sesap madu dan spesies baru Cendrawasih. Hal itu membuktikan bahwa Indonesia kaya akan keanekaragaman jenis spesies burung. Termasuk, penemuan spesies burung kacamata hitam Togian yang dimuat dalam jurnal ilmiah internasional pada Maret 2008 ini. ’’Dari ekspedisi Papua, kami akan mengeluarkan lagi jumlah spesies baru burung. Kami tengah mengolah datanya,”ungkapnya.

Dalam buku DBI No 2 yang disusun atas kerja sama lintas instansi antara LIPI, PILI, Wetland, dan lembaga lainnya yang tergabung dalam Perhimpunan Ornitologi Indonesia (POI) itu terdapat penambahan sebanyak 71 spesies baru sekaligus enam spesies burung yang dikeluarkan dari daftar spesies burung di Indonesia. Sebab, secara taksonomi dan geografis, penyebaran enam spesies tersebut dinyatakan tidak masuk wilayah Indonesia. Selain itu,pengurangan 12 spesies burung endemik itu karena berubahnya status akibat pemisahan Timor Leste dari Indonesia. Meskipun pembuatan daftar burung kelihatannya sepele, ternyata prosesnya sangat rumit.

Buktinya, dalam penggarapan DBI No 2 yang dilakukan sejak 2005 itu melibatkan kontribusi dari para ahli perburungan. Tidak hanya di Indonesia, juga dari Malaysia, Jepang, Australia, Belanda, Inggris,dan Amerika. Meskipun rumit dan membutuhkan proses yang tidak sebentar, Kepala Puslit Biologi LIPI Dedy Darnaedi menyatakan, pihaknya berniat mengeluarkan kompilasi daftar spesies burung di Indonesia yang menggunakan nama Indonesia, baik itu dalam hal nama burung dalam bahasa Indonesia yang belum dibakukan atau spesies yang mengabadikan nama orang Indonesia yang menemukannya.(abdul malik)

Sumber: Koran Sindo